Tidak terasa bencana alam yang terjadi di Daerah Sidoarjo sudah berlangsung selama 5 tahun, akan tetapi selama 5 tahun itu pula Pemerintah yang di bantu para Staff ahli belum juga mampu untuk menyelesaikan masalah yang pada awalnya seharusnya menjadi tanggung jawab PT.Lapindo Brantas.
Bahkan setelah berlangsung selama kurun waktu 5 tahun ini, intensitas luapan lumpur semakin meningkat, seperti yang terjadi baru-baru ini ketinggian tanggul sudah tidak sanggup lagi menampung luapan lumpur yang menyembur dari dasar bumi tersebut, sehingga para tim ahli harus meninggikan kembali tanggul penahan lumpur panas tersebut, yang sudah beberapa kali jebol karena tidak dapat mampu lagi menahan beban yang di terima dari kapasitas luapan lumpur yang sudah sangat menkhawatirkan.
Bahkan baru-baru ini seorang pakar dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Djaja Laksana mengeluhkan lambatnya kinerja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dalam penanganan semburan lumpur Lapindo. Ia menilai kinerja BPLS selama ini hanya fokus pada peninggian tanggul yang menghabiskan dana APBN dalam jumlah tidak sedikit.
Selain masalah penanganan lumpur yang di rasa terlalu lambat, upaya pelunasan tanah warga yang lahannya menjadi korban luapan lumpur pun sampai kini belum terselesaikan dengan baik, sehingga kini para warga yang tadinya bermukim di dekat pusat semburan kehidupannya semakin memprihatinkan, setelah 5 tahun hak mereka tentang ganti rugi belum juga selesai.
Karena jika dilihat lebih jauh lagi, sebenarnya apa sulitnya bagi pemerintah untuk mengucurkan dana beberapa milliar rupiah untuk mengganti hak para warga di sidoarjo yang sudah seharusnya menjadi hak para warga disana, jika dibandingkan harus menggelontorkan dana trilliunan rupiah untuk pembangunan gedung DPR dan biaya plesiran para anggota dewan yang terhormat keluar negeri, dengan dalih studi banding untuk hal-hal yang tidak terlalu penting.
Dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar